Kesenian Reog Ponorogo jadi salah satu hasil budaya yang khas dari Jawa Timur yang belakanagan dikabarkan hendak diajukan ke United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization( UNESCO).
Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia serta Kebudayaan( Menko PMK) Muhadjir Effendy memohon supaya pemerintah Ponorogo secepatnya menganjurkan Reog Ponorogo ke UNESCO selaku Peninggalan Budaya Bukan Barang( Intangible Cultural Heritagen/ ICH).” Buat Reog, Negeri Malaysia rencananya ingin ajukan pula, hingga dari itu kita wajib lebih dahulu. Sebab ini kan telah jadi budaya serta peninggalan kita,” jelas Muhadjir.
Tari Reog Ponorogo merupakan seni tari tradisional warga Ponorogo yang pula diketahui dengan istilah Barongan. Tarian ini menunjukkan singo barong, wujud dengan topeng macan berhias bulu merak dengan dimensi sangat besar serta ditarikan dengan gerakan yang meliuk- liuk.
Sejarah Tari Reog Ponorogo
Mengutip dari Antara, kesenian Reog Ponorogo tercatat dalam prasasti Kerajaan Kanjuruhan dengan bertepatan pada 760M dan prasasti Kerajaan Kediri pada tahun 1045 Meter.
Ada sebagian tipe dari sejarah terciptanya kesenian Tari Reog Ponorogo ini yang merujuk pada peristiwa serta legenda di wilayah setempat. Mengutip Kompas. com, berikut sejarah Tari Reog Ponorogo yang berkaitan dengan peristiwa di masa dulu sekali.
1. Legenda Singo Barong
Cerita awal merupakan cerita Kelana Sewandana, wujud Raja Bantarangin yang bermaksud melamar Dewi Sanggalangit seseorang gadis raja di Kediri.
Selaku ketentuan, Kelana Sewandana wajib mengalahkan singo barong yang terletak di Alas Roban. Dia bawa beberapa pasukan berkuda yang sayangnya dengan gampang dikalahkan oleh singo barong. Kelana Sendawa setelah itu memakai sumping di telinganya yang menjelma jadi 2 ekor merak yang alihkan atensi singo barong.
Berkat metode tersebut, singo barong terpesona dengan Merak dengan gampang dikalahkan memakai Pecut Saman yang dibawanya. Acara perkawinan Kelana Sewandana serta Dewi Sanggalangit setelah itu diiringi dengan hadirnya singo barong dengan 2 ekor merak bertengger di atas kepalanya.
2. Cerita Ki Ageng Kutu
Sedangkan cerita kedua berasal dari cerita Ki Ageng Kutu, abdi Raja Brawijaya V yang meninggalkan Majapahit. Ki Ageng Kutu setelah itu mendirikan padepokan Surukubeng yang mengarahkan ilmu kanuragan dengan game barongan.
Sayangnya Raja Brawijaya V malah menyangka Ki Ageng Kutu tidak ingin lagi menjajaki titahnya serta berkhianat. Setelah itu diutuslah Raden Katong buat melanda padepokan itu serta berakhir dengan kekalahan Ki Ageng Kutu. Selaku imbalan, Raja Brawijaya V membagikan Raden Katong tanah perdikan di Wengker.
Arti Tari Reog Ponorogo
Reog ataupun Reyog diucap berasal dari kata Riyokun yang berarti khusnul khotimah yang diambil dari cerita perjuangan Raden Katong mengalahkan Ki Ageng Kutu.
Perihal ini tidak jauh dari arti tari tradisional ini yang mengisahkan tentang peperangan. Tetapi terdapat pula yang mengartikan tarian ini selaku sindiran Ki Ageng Kutu kepada Raja Brawijaya V yang tunduk kepada istrinya.
Raja Brawijaya V diibaratkan selaku seekor macan yang ditunggangi oleh merak, sedangkan para pasukan majapahit dilambangkan oleh penari jathil dengan kuda- kudanya. Sedangkan Ki Ageng Kutu ditafsirkan selaku warok yang bernazar melindungi tanpa pamrih.
Sebab terdapatnya cerita percintaan, terkadang mencuat pula wujud Kelana Sewandana dengan patihnya Bujang Ganong. Cerita percintaan ini biasa dimainkan apabila pertunjukkan Reog Ponorogo diadakan dalam kegiatan perkawinan.
Iringan serta Properti Tari Reog Ponorogo
Tari Reog Ponorogo dimainkan dengan iringan gamelan serta lagu- lagu tradisional. Oleh karenanya, umumnya dalam iringan tari terdapat 2 kelompok ialah pemain gamelan serta penyanyi. Sedangkan itu properti tari yang digunakan pula dibedakan buat masing- masing penari.
Penari barongan memakai kostum ditambah topeng Singo Barong serta dadak merak, Dadak merak berdimensi besar dibuat dari bulu burung merak yang disusun pada lembaran bambu ataupun rotan.
Dadak merak ini populer sebab mempunyai berat menggapai 30- 50kg serta cuma dikendalikan dengan kekuatan gigi ataupun rahang dari penarinya. Buat warok, tidak hanya kostum mereka pula hendak memakai topeng serta bawa cemeti ataupun pecut.
Para jathilan tidak hanya memakai kostum dengan selendang, mereka pula bawa jaranan ataupun kuda- kudaan dari anyaman bambu. Sedangkan Klono Sewandono serta patihnya Bujang Ganong hendak memenuhi penampilan kostumnya dengan menggunakan topeng.