Indonesia kaya hendak keberagaman budaya, mulai dari tradisi perkawinan, kelahiran, sampai kematian. Salah satunya ialah tradisi Entas-entas kepunyaan warga Tengger di Gunung Bromo, Jawa Timur.
Warga suku Tengger yang terletak di Gunung Bromo, Jawa Timur, memanglah memiliki bermacam- macam tradisi budaya. Salah satu yang populer serta banyak mendatangkan turis ialah Upacara Yadnya Kasada yang hendak diselenggarakan pada akhir bulan Juni 2021 ini.
Tetapi, tidak hanya Yadnya Kasada, masih terdapat lagi tradisi dari Suku Tengger. Ialah Entas- entas. Tradisi ini ialah upacara kematian, spesialnya di Desa Tengger Ngadas, Poncokusumo.
Entas- entas sendiri dimaksud cerminan dari meluruhkan ataupun mengangkut derajat leluhur yang sudah wafat supaya memperoleh tempat yang lebih baik di alam arwah.
Untuk masyarakat Ngadas, penerapan upacara Entas-entas secara spesial ialah buat menyucikan roh ataupun atma untuk orang yang telah wafat dunia. Ataupun selaku upaya buat memeringati kematian keluarga yang tiada supaya arwahnya dapat memperoleh tempat yang lebih baik.
Ritual adat ini, dilaksanakan pada hari yang ke- 1000 ataupun minimun pada hari ke- 44 sehabis keluarga terdapat yang wafat. Sebutan Entas- entas berasal dari bahasa Jawa, ialah entas yang berarti mengangkut.
Di dalam tradisi ini, ada sebagian rangkaian urutan di dalamnya, ialah ngresik, mepek, mbeduduk, lukatan, serta bawahan.
Buat melaksanakan upacara ini, bermacam keperluan dipersiapkan, di antara lain merupakan kain putih, bebek, cepel, cobek, beras, kulak( wadah bambu). Tidak hanya itu, pula sediakan suatu boneka yang diberi nama Petra, selaku tempat kembalinya roh ataupun atma.
Ada pula pembuatan boneka itu memakai bahan dedaunan serta bunga, setelah itu nantinya hendak disucikan oleh pemuka adat. Tiap- tiap barang yang digunakan selaku fasilitas upacara tersebut memiliki arti tertentu untuk masyarakat Ngadas.
Terdapat sebagian tahapan prosesi yang dicoba, antara lain ialah, keluarga yang bersangkutan mengisi kulak ataupun bumbung yang dibuat dari bambu itu dengan beras.
Kulak tersebut selaku lambang dari yang wafat tersebut. Setelah itu, seluruh keluarga berkumpul di dasar kain putih panjang yang dibentangkan oleh dukun setempat. Sehabis itu, dicoba prosesi Entas- entas. Inti dari upacara ini, untuk masyarakat Ngadas ialah buat mengembalikan manusia kepada faktor alaminya, ialah tanah, kayu, air serta panas.
Atma ataupun roh yang dientas diwakili oleh orang yang masih hidup, walaupun itu tidak terdapat ikatan kerabat. Ada pula salah satu persyaratan masyarakat yang ingin mewakili adma tersebut tidak boleh mengenakan pakaian, buat yang wanita diwajibkan mengenakan kemben, ataupun baju tradisional pembungkus badan perempuan yang secara historis universal ditemui di wilayah Jawa serta Bali.
Sebab dalam pemikiran masyarakat Ngadas, orang yang telah wafat itu tidak mengenakan pakaian maupun lainya. Mereka yang mewakili adma itu setelah itu dipayungi dengan memakai kain bercorak putih, antara lain merupakan kanak- kanak, muda ataupun berusia. Mereka setelah itu diberikan mantra oleh dukun. Sehabis itu, seluruh Petra dibawa ke tempat pembakaran buat di sempurnakan.
Dalam upacara Entas-entas, masyarakat Tengger umumnya memakai beberapa hewan ternak, semacam kambing, kerbau, ataupun lembu. Salah satu hewan yang sering dipakai dalam upacara adat itu merupakan kambing putih yang diyakini dapat berfungsi selaku kendaraan buat mengarah alam arwah.
Arti Entas- entas
Rangkaian penerapan Entas-entas ini memakan waktu yang panjang, apalagi dapat sampai 3 bulan. Umumnya dilaksanakan pada hari ke- 1. 000 ataupun minimun pada hari ke- 44 sehabis meninggalnya seorang.
Oleh sebab itu, Entas- entas masih boleh dicoba selang sebagian hari sehabis kematian. Karena, kesanggupan keluarga pula jadi salah satu aspek yang dipertimbangkan.
Tradisi ini bukan cuma semata- mata upacara kematian biasa semacam di daerah- daerah yang lain. Di balik penerapannya, Entas-entas mempunyai arti ialah mengembalikan kembali unsur- unsur penyusun badan manusia. Unsur- unsur tersebut yakni tanah, kayu, air, serta panas.
Arti yang diambil dari tanah, ialah tiap terdapat manusia yang wafat hendak dikubur di dalam tanah. Berikutnya merupakan kayu. Karena, buat menandai posisi orang wafat memakai kayu yang ditancap apalagi ditanam selaku nisan.
Kemudian terdapat air yang digunakan buat memandikan yang wafat. Dengan kata lain selaku pembersih. Pula sekalian selaku penghormatan kepada Dewa Baruna, dewa air. Terakhir terdapat panas. Buat mengembalikan faktor yang satu ini triknya merupakan dengan terbakar.
Boneka petra yang telah terbuat tadi hendak terbakar. Metode pengembalian faktor panas ini nyaris sama dengan upacara Ngaben di Bali. Tetapi, kelainannya merupakan bila di Entas- entas cuma membakar boneka petranya saja.